Bisoq berarti mencuci dalam Bahasa
Indonesia. Secara istilah Bisoq Keris berarti mencuci keris yaitu benda pusaka
yang diwariskan secara turun temurun. Di beberapa daerah, terutama Pulau Jawa,
tradisi ini dirawat dengan baik. Upaya serupa dilakukan di Desa Dasan Geria
Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat (Lobar).
Tradisi Bisoq Keris kembali eksis, setelah
nyaris tiga dasawarsa menghilang. Dihidupkan kembali masyarakat setempat bersama
budayawan Sasak. Dilakukan di Padepokan Lingsir, Desa Dasan Geria. Sekitaran 25
keris dan ratusan benda pusaka lain yang dicuci malam itu, Pada hari sabtu, 7
September 2019. Pencucian keris mengambil tempat di lantai dua Padepokan
Lingsir. Bangunan tersebut terbuat dari kayu dengan 2 lantai. Suasana sakral
langsung terasa. Saat ketua Padepokan Lingsir H.Imam Sanusi (pemandu) memulai ritual Bisoq Keris.
Seluruh lampu yang menerangi padepokan
dimatikan Hanya menyisakan cahaya temaram dari lilin. Di lantai dua, ruangan
yang luasnya sekitar 3x3 meter, dijejerkan puluhan keris dan tombak. Di samping
meja, nampak H Imam Sanusi duduk bersila. Didampingi Jumarti. Tokoh masyarakat
Desa Dasan Geria. Di depan keduanya terdapat empat tempayan gerabah. Tiga
tempayan berisi kembang dan sisanya sebagai tempat untuk wadah air bekas
mencuci keris.
Pemilik keris mengambil benda pusakanya
di atas meja. Diserahkan secara perlahan ke tangan Imam Sanusi. Perlahan,
Sanusi mengeluarkan keris dari bungkusnya. Memperhatikan dengan detail bentuk
keris. Merabanya dengan perlahan. Seolah sedang mengajak benda pusaka itu untuk
berkomunikasi.
Ritual Bisoq Keris dimulai saat Jumarti
menyiram air ke atas badan keris. Siraman itu disambut H.imam Sanusi dengan
menggosok keris menggunakan tangannya. Selain air, Sanusi juga terlihat
mengoleskan wewangian di sekujur tubuh keris. Proses serupa diulangi. Untuk
seluruh keris dan benda pusaka lainnya. Suasana sakral Bisoq Keris bertambah
dengan tembang yang dilantunkan dari lantai satu padepokan. Dinyanyikan
menggunakan beragam bahasa. Dari Sansekerta, Jawa Kuno, sasak wayah, dan sasak
milenial. Dilantunkan Ki Ageng Jelantik Sadarudin. Seorang dalang sekaligus
pengemban budaya dan adat Sasak.